Ini Upaya DP3A Tekan Angka Kasus Pernikahan Dini di Semarang


18 Maret 2021  •  13:18  •  Dilihat 4010x  •  Admin  •  Berita
Ini Upaya DP3A Tekan Angka Kasus Pernikahan Dini di Semarang

Angka kasus pernikahan anak usia dini di kota Semarang mengalami kenaikan yang cukup signifikan setiap tahunnya, tercatat ada 217 kasus pernikahan anak usia dini yang terjadi di Semarang. 

Melihat hal tersebut, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang terus berupaya mencegah pernikahan dini sebagai bentuk perlindungan anak.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang Mukhamad Khadik menyebut jika DP3A terus berupaya menekan lima isu strategis seperti menekan pernikahan anak usia dini, menekan tingginya angka kekerasan, pemberdayaan ekonomi kaum perempuan, peran ibu dalam pendidikan keluarga serta menekan angka pekerja anak. 

"Saat ini kita sedang proses pembentukan jaringan perlindungan perempuan dan anak. Alhamdulillah DP3A dan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang Krisseptiana Hendrar Prihadi melakukan roadshow ke kelurahan-kelurahan. Jejaring kita saat ini hanya sampai tingkat kecamatan, hanya satu orang di masing-masing kecamatan. Padahal permasalahan terkait perempuan dan anak semakin hari semakin meningkat," ujar Khadik. 

Untuk itu, lanjut Khadik, DP3A Kota Semarang menyoroti tingginya angka pernikahan anak usia dini yang setiap tahun terus meningkat. 

Data dari Pengadilan Agama di Kota Semarang mencatat, kasus Pernikahan Usia Anak di Semarang mengalami tren naik. Pada tahun 2017 terjadi sebanyak 57 kejadian, pada 2018 naik menjadi 64 kejadian, tahun 2019 terjadi 105 kejadian.

Data hingga Juli 2020 menjadi angka kejadian tertinggi mencapai 217 kasus. Dari 16 kecamatan di Kota Semarang, Kecamatan Gunungpati dan Kecamatan Ngaliyan jadi wilayah dengan angka pernikahan dini yang cukup tinggi mencapai 27 dan 25 anak. Berbanding terbalik dengan  Kecamatan Semarang Timur yang justru tidak ada kasus atau zero pernikahan dini. 

"Ini membuktikan kalau angka pernikahan dini di kota Semarang terus mengalami peningkatan apalagi ditengah pandemi seperti saat ini," kata Khadik. 

Khadik mengatakan jika banyak perubahan pola hidup dimana masyarakat harus kerja dari rumah, anak pun bersekolah dari rumah dan tidak bisa beraktivitas bebas seperti sebelum pandemi.

"Situasi ekonomi yang makin sulit membuat banyak orang tua harus mencurahkan lebih banyak waktu dan tenaga untuk mencari nafkah.  Konsekuensi dari situasi itu salah satunya adalah menurunnya kualitas dan kuantitas kepengasuhan anak,'' ujarnya. 

Ditambahkan, dalam kesehariannya anak-anak tinggal di rumah tanpa pengawasan yang memadai. Dengan pola pengasuhan yang kurang, anak menjadi rentan terhadap paparan hal-hal negatif semacam pergaulan bebas dan pornografi ditengarai memberikan kontribusi cukup signifikan dalam meningkatnya angka pernikahan usia dini.

Oleh karena itu, lanjut Khadik, secara sistematis dan berkelanjutan DP3A Kota Semarang terus melakukan edukasi dan sosialisasi pencegahan pernikahan anak usia dini kepada warga masyarakat didukung organisasi berbasis perempuan di Semarang. 

"Untuk memperpanjang jejaring kita, maka disetiap kelurahan kami membentuk JPPA (Jejaring Perlindungan Perempuan dan Anak) hingga kemarin sudah ada 41 JPPA dibentuk, kami harap nantinya 177 kelurahan di Kota Semarang bisa memiliki JJPA, mereka adalah relawan yang berisi tokoh masyarakat, PKK, tokoh perempuan, karangtaruna dan forum anak yang dikuatkan oleh pihak kelurahan," imbuhnya. 

Khadik menegaskan, pentingnya edukasi tentang perkawinan yang diatur dalam UU No. 16 tahun 2019 dimana batas usia menikah yakni 19 tahun. Ia menilai bahwa di Semarang masih banyak masyarakat yang kurang paham tentang pernikahan, usia idealnya dan sebagainya. 

"Pernikahan dini ini dampaknya sangat luas sekali, yang pertama pasangan suami istri belum siap dari aspek kesiapan fisik, psikologis, dan aspek ekonomi serta sosial. Dari aspek tersebut, maka muaranya dapat meningkatkan angka kekerasan dalam rumah tangga, meningkatkan angka kematian ibu dan anak, meningkatkan angka kemiskinan, meningkatkan angka pengangguran, tidak mendukung program keluarga berencana yang muaranya bisa meningkatkan angka stunting dan sebagainya," kata Khadik. 

Sementara itu, Budi Satmoko Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Kota Semarang menambahkan, tren permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama juga cenderung mengalami kenaikan. Diharapkan pasca sosialisasi ini, angka pernikahan usia dini khususnya di Kota Semarang bisa ditekan.

Pernikahan usia dini bisa menimbulkan persoalan baru yang lebih pelik apabila tidak ada tindakan atau upaya pencegahan. Secara mental dan material belum matang, sehingga sangat rawan terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga. "Perbedaan batasan usia anak dan kelonggaran melakukan pernikahan di bawah tangan tidak dapat dipungkiri turut menjadi faktor pendorong naiknya angka pernikahan usia dini," imbuhnya.

Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab permohonan dispensasi pernikahan usia anak meningkat setiap tahunnya. Salah satunya yakni kurangnya pengetahuan dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah. Tak hanya itu, kondisi perekonomian keluarga yang lemah serta kurangnya wawasan orang tua juga jadi faktor tingginya angka pernikahan dini. 

"Ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi seperti norma sosial dan budaya lokal dan kenaikan kesadaran hukum bagi masyarakat," kata Budi. 

Budi mengatakan jika salah satu upaya pencegahan pernikahan dini ialah dengan melakukan edukasi dan sosialisasi. Seperti yang dilakukan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan dan Anak (DP3A) Kota Semarang yang melakukan sosialisasi pencegahan pernikahan dini beberapa waktu yang lalu. 

Sosialisasi tersebut diikuti oleh berbagai unsur seperti PKK dan JPPA dan dihadiri langsung oleh Kepala DP3A Kota Semarang, Komisi D DPRD Kota Semarang, Dekan Fakultas Psikologi USM dan PKBI Provinsi Jawa Tengah

Menu Portal

Berita Populer

Berita Media